Thursday, April 30, 2009

Sejarah Jambi

Di Pulau Sumatera, Propinsi Jambi merupakan bekas wilayah Kesultanan Islam Melayu Jambi (1500-1901). Kesultanan ini memang tidak berhubungan secara langsung dengan 2 kerajaan Hindu-Budha pra-Islam. Sekitar Abad 6 awal 7 M berdiri KERAJAAN MALAYU (Melayu Tua) terletak di Muara Tembesi (kini masuk wilayah Batanghari, Jambi). Catatan Dinasti Tang mengatakan bahwa awak Abad 7 M. dan lagi pada abad 9 M Jambi mengirim duta/utusan ke Empayar China ( Wang Gungwu 1958;74). Kerajaan ini bersaing dengan SRI WIJAYA untuk menjadi pusat perdagangan. Letak Malayu yang lebih dekat ke jalur pelayaran Selat Melaka menjadikan Sri Wijaya merasa terdesak sehingga perlu menyerang Malayu sehingga akhirnya tunduk kepada Sri Wijaya. Muaro jambi, sebuah kompleks percandian di hilir Jambi mungkin dulu bekas pusat belajar agama Budha sebagaimana catatan pendeta Cina I-Tsing yang berlayar dari India pada tahun 671. Ia belajar di Sriwijaya selama 4 tahun dan kembali pada tahun 689 bersama empat pendeta lain untuk menulis dua buku tentang ziarah Budha. Saat itulah ia tulis bahwa Kerajaan Malayu kini telah menjadi bagian Sri Wijaya.

Abad ke 11 M setelah Sri Wijaya mulai pudar, ibunegeri dipindahkan ke Jambi ( Wolters 1970:2 ). Inilah KERAJAAN MALAYU (Melayu Muda) atau DHARMASRAYA berdiri di Muara Jambi. Sebagai sebuah bandar yang besar, Jambi juga menghasilkan berbagai rempah-rempahan dan kayu-kayuan. Sebaliknya dari pedagang Arab, mereka membeli kapas, kain dan pedang. Dari Cina, sutera dan benang emas, sebagai bahan baku kain tenun songket ( Hirt & Rockhill 1964; 60-2 ). Tahun 1278 Ekspedisi Pamalayu dari Singasari di Jawa Timur menguasai kerajaan ini dan membawa serta putri dari Raja Malayu untuk dinikahkan dengan Raja Singasari. Hasil perkawinan ini adalah seorang pangeran bernama Adityawarman, yang setelah cukup umur dinobatkan sebagai Raja Malayu. Pusat kerajaan inilah yang kemudian dipindahkan oleh Adityawarman ke Pagaruyung dan menjadi raja pertama sekitar tahun 1347. Di Abad 15, Islam mulai menyebar ke Nusantara.

Kesultanan Jambi

Tanah Pilih Pesako Betuah. Seloka ini tertulis di lambang Kota Jambi hari ini. Dimana menurut orang tua-tua pemangku adat Melayu Jambi, Kononnya Tuanku Ahmad Salim dari Gujarat berlabuh di selat Berhala, Jambi dan mengislamkan orang-orang Melayu disitu, ia membangun pemerintahan baru dengan dasar Islam, bergelar Datuk Paduko Berhalo dan menikahi seorang putri dari Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak. Mereka dikaruniai Allah 4 anak, semuanya menjadi datuk wilayah sekitar kuala tersebut. Adapun putra bungsu yang bergelar Orang Kayo Hitam berniat untuk meluaskan wilayah hingga ke pedalaman, jika ada tuah, membangun sebuah kerajaan baru. Maka ia lalu menikahi anak dari Temenggung Merah Mato bernama Putri Mayang Mangurai. Oleh Temenggung Merah Mato, anak dan menantunya itu diberilah sepasang Angsa serta Perahu Kajang Lako. Kepada anak dan menantunya tersebut dipesankan agar mengikuti aliran Sungai Batanghari untuk mencari tempat guna mendirikan kerajaan yang baru itu dan bahwa tempat yang akan dipilih sebagai tapak kerajaan baru nanti haruslah tempat dimana sepasang Angsa bawaan tadi mahu naik ke tebing dan mupur di tempat tersebut selama dua hari dua malam.

Setelah beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari kedua Angsa naik ke darat di sebelah hilir (Kampung Jam), kampung Tenadang namanya pada waktu itu. Dan sesuai dengan amanah mertuanya maka Orang Kayo Hitam dan istrinya Putri Mayang Mangurai beserta pengikutnya mulailah membangun kerajaan baru yang kemudian disebut “Tanah Pilih”, dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaannya (Kota Jambi) sekarang ini.

Asal Nama Jambi

Jambi berasal dari kata Jambe dalam bahasa Jawa yang berarti Pinang. Kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan baru, pepohonan pinang banyak tumbuh disepanjang aliran sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo Hitam.

Keris Siginjai

Hubungan Orang Kayo Hitam dengan Tanah Jawa digambarkan dalam cerita orang tuo-tuo yang mengatakan bahwa Orang Kayo Hitam pergi ke Majapahit untuk mengambil Keris bertuah, dan kelak akan menjadikannya sebagai keris pusaka Kesultanan Jambi. Keris itu dinamakan Keris Siginjai. Keris Siginjai terbuat dari bahan-bahan berupa kayu, emas, besi dan nikel. Keris Siginjai menjadi pusaka yang dimiliki secara turun temurun oleh Kesultanan Jambi. Selama 400 tahun keris Siginjai tidak hanya sekadar lambang mahkota kesultanan Jambi, tapi juga sebagai lambang pemersatu rakyat Jambi.

Sultan terakhir yang memegang benda kerajaan itu adalah Sultan Achmad Zainuddin pada awal abad ke 20. Selain keris Siginjai ada sebuah keris lagi yang dijadikan mahkota kerajaan yaitu keris Singa Marjaya yang dipakai oleh Pangeran Ratu (Putra Mahkota). Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat keturunan Sultan Thaha yang terakhir menyerahkan keris Singa Marjaya kepada Residen Palembang sebagai tanda penyerahan. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menyimpan Keris Siginjai dan Singa Marjaya di Museum Nasional (Gedung Gajah) di Batavia (Jakarta).

Sepucuk Jambi Sembilan Lurah

Seloka ini tertulis di lambang Propinsi Jambi, menggambarkan luasnya wilayah Kesultanan Melayu Jambi yang merangkumi sembilan lurah dikala pemerintahan Orang Kayo Hitam, yaitu : VIII-IX Koto, Petajin, Muaro Sebo, Jebus, Aer Itam, Awin, Penegan, Miji dan Binikawan. Ada juga yang berpendapat bahwa wilayah Kesultanan Jambi dahulu meliputi 9 buah lurah yang dialiri oleh anak-anak sungai (batang), masing-masing bernama :
1. Batang Asai
2. Batang Merangin]
3. Batang Masurai
4. Batang Tabir
5. Batang Senamat
6. Batang Jujuhan
7. Batang Bungo
8. Batang Tebo, dan
9. Batang Tembesi.

Batang-batang ini merupakan Anak Sungai Batanghari yang keseluruhannya itu merupakan wilayah Kesultanan Melayu Jambi.

Kesultanan Jambi (1790-1904)

1790 - 1812 Masa Badruddin bin Ahmad Sultan Ratu Seri Ingalaga
1812 - 1833 Mahmud Muhieddin bin Ahmad Sultan Agung Seri Ingalaga
1833 - 1841 Muhammad Fakhruddin bin Mahmud Sultan Keramat
1841 - 1855 Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud
1855 - 1858 Thaha Safiuddin bin Muhammad (1st time)
1858 - 1881 Ahmad Nazaruddin bin Mahmud
1881 - 1885 Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman
1885 - 1899 Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad
1900 - 1904 Thaha Safiuddin bin Muhammad (2nd time)
1904 Dihancurkan Belanda

Propinsi Jambi

Propinsi Jambi secara resmi menjadi Propinsi tahun 1958 sesuai dengan Undang-undang No. 61 tahun 1958 tanggal 25 juni 1958. Propinsi Jambi terletak antara 0º 45¹ 2º 45¹ LS dan 101º 0¹ - 104º 55 BT, terletak ditengah pulau sumatera membujur sepanjang pantai timur sampai barat, dengan luas wilayah keseluruhan 53.435.72 Km²

» Luas Wilayah 53,43 km2
» Luas daratan 51.000 km2
» Luas lautan 425,5 km2
» Panjang pantai 185 km

Geografis
Propinsi Jambi terletak pada Pantai Timur Pulau Sumatera berhadapan dengan laut Cina Selatan dan Lautan Pasific, pada alur lalu lintas Internasional dan Regional.Secara geografis Propinsi Jambi terletak diantara 0º 45’ – 2O 45’ Lintang Selatan antara 101 O 10’ – 104O 44’ Bujur Timur, luas Wilayah Propinsi Jambi 53.435,72 Km2.. luas daratan 51.000 Km2 , luas lautan 425,5 Km2 dan panjang pantai 185 Km.

Batas-batas Wilayah Propinsi Jambi adalah sebagai berikut :
» Sebelah Utara dengan Propinsi Riau
» Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Selatan
» Sebelah Barat dengan Propinsi Sumatera Barat
» Sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan

Propinsi Jambi termasuk dalam kawasan segi tiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapore (IMS-GT). Jarak tempuh Jambi ke Singapura jalur laut melalui Batam dengan menggunakan kapal cepat (jet-foil) ± 5 jam.

Secara lokasi Propinsi Jambi terletak dikawasan imbas segitiga pertumbuhan ekonomi yang meningkat akibat Spill Over Effect dari tiga Sibajo dan kerja sama IMS –GT

Administratif Pemerintahaan
Dengan adanya pemekaran Wilayah Kabupaten seperti UU No. 54 Tahun 1999. Propinsi Jambi terbagi menjadi 9 Kabupaten dan 1 Kota.

9 Kabupaten dan 1 Kota :
1. Kabupaten Kerinci, ibukotanya Sungai Penuh
2. Kabupaten Sarolangun, ibukotanya Sarolangun
3. Kabupaten Merangin, ibukotanya Bangko
4. Kabupaten Bungo, ibukotanya Muara Bungo
5. Kabupaten Tebo, ibukotanya Muara Tebo
6. Kabupaten Batanghari, ibukotanya Muara Bulian
7. Kabupaten Muara Jambi, ibukotanya Sengeti
8. Kabupaten Tanjung Jabung Barat, ibukotanya Kuala Tungkal
9. Kabupaten Tanjung Jabung Timur, ibukotanya Muara Sabak
10. Kota Jambi yang juga merupakan ibukota Propinsi Jambi


» 60 Kecamatan difinitif
» 7 Kecamtan Perwakilan
» 1.036 Desa
» 102 Kelurahan

Persiapan Menghadapi Otonomi Daerah
Langkah-langkah yang telah dipersiapkan meliputi :

1. Melakukan pengembangan wilayah dari 5 Kabupaten dan 1 Kota menjadi 9 Kabupaten dan 1 Kota, dimana di Kabupaten Pemekaran telah dibentuk Lembaga-lembaga baru.

2. Penataan Kelembagaan dengan membentuk Dinas-dinas otonomi yang merupakan pengintegrasian Instansi Vertikal yang dihapuskan, antara lain pembentukan;
» Dinas Infromasi dan Komunikasi,
» Dinas Kesejahteraan Sosial,
» Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil, Menengah,
» Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya,
» Dinas Transmigrasi,
» Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah,
» Serta Pembentukan Biro Peranan Wanita Setda Propinsi Jambi.

3. Pembenahan terhadap penempatan personalia melalui proses analisa job berdasarkan keahlian dan kebutuhan organisasi.

4. Meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan, baik struktural, teknis maupun fungsional.

5. Menginventarisasi objek-objek PAD yang belum digali serta mengefektifkan pungutan yang sudah ada.

6. Meng-inventarisasi aset-aset milik Instansi Vertikal yang sudah dan akan dilikuidasi, memproses status kepemilikannya dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

Iklim
Musim hujan di Propinsi Jambi dari bulan November sampai Maret dan musim kemarau dari bulan Mei sampai Oktober. Iklim Propinsi Jambi bertype A (Schmidt and Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 1.900 – 3.200 mm/tahun dan rata-rata curah hujan 116 – 154 hari pertahun. Suhu maksimum sebesar 31 derajat cescius.